HAPPY ENDING RAMADHAN
Dr. HM. Zainuddin, MA Senin, 11 November 2013 . in Wakil Rektor I . 1223 views
Tidak ada yang lebih berbahagia pada hari dan detik ini, selain umat Islam. Bagi umat Islam, sekarang ini sedang memasuki babak baru, babak kembali ke fitrah yang suci. Karena bagi umat Islam, muara ibadah berpuasa ramadhan adalah terbentuknya muslim yang bertakwa. Dalam Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran, ayat 133 Allah Swt. berfirman bahwa di antara ciri-ciri orang bertakwa itu di antaranya ada empat: Pertama, yaitu orang-orang yang bersedia menginfakkan sebagian hartanya baik dalam kondisi lapang maupun sempit; Kedua, yaitu orang-orang yang mampu menahan hawa nafsunya; Ketiga, yaitu orang-orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain (lapang dada); dan Keempat, yaitu orang-orang yang mau bertaubat atas segala dosanya dengan benar-benar taubat (taubatan nashuha). Pertama, menginfakkan sebagian harta, baik dalam kondisi lapang maupun sempit artinya adalah, orang yang selalu rajin dan ajek beramal serta ikhlas lillahi Ta’ala. Kebiasaan bersedekah seperti ini juga dicontohkan oleh ‘Aisyah ra., istri Rasulullah saw. Beliau ajek bersedekah meski hanya dengan sebiji kurma sekalipun.  Bahkan di dalam riwayat lain Nabi menyebutkan, bahwa harta yang dikeluarkan untuk kepentingan sedekah itu tidak akan mengurangi sedikitpun kekayaan seseorang, melainkan justru menjadi investasi akhirat yang akan dinikmati hasilnya. Ini tentu sangat bebrbeda dengan kondisi di dunia ini. Jika seseorang menginvestasikan uangnya di Bank-Bank yang ada di dunia ini, pada suatu saat jika Bank-Bank tersebut harus gulung tikar atau dilikuidasi, maka para investor itu akan ikut merugi. Dalam surat al-Baqarah: 261 Allah menjelaskan, bahwa perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi infak  untuk kepentingan jihad fi sabilillah, pembangunan tempat-tempat ibadah: masjid, mushalla, madrasah, rumah sakit, lembaga-lembaga sosial lainnya yang diridhai oleh Allah swt. Kedua, ciri-ciri orang yang bertakwa adalah orang yang mampu menguasai hawa nafsunya, yaitu orang-orang yang jika diberi cobaan oleh Allah Swt. tetap sabar dan tidak emosi. Orang-orang inilah yang oleh Rasulullah saw. disebut sebagai orang kuat. Pada bulan ramadhan kemarin, umat Islam telah menjadi orang kuat selama sebulan, karena mereka mampu mengendalikan diri dan menguasai hawa nafsunya. Dalam kesempatan lain Nabi juga pernah bersabda: ”Barang siapa mampu menahan diri maka Allah akan memenuhi hatinya dengan rasa aman dan iman”. Ketiga, berkaitan dengan sifat sabar dan mampu mengendalikan diri ini adalah sifat dan sikap lapang dada sebagai ciri ketiga dari orang yang bertakwa. Orang-orang tersebut oleh Nabi dikategorikan sebagai kelompok orang-orang terhormat yang memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.dan di hari kiamat mereka segera dipanggil oleh Allah untuk menempati surga-Nya. Keempat, ciri orang yang bertakwa adalah, orang-orang yang sanggup bertaubat atas segala dosa yang telah diperbuatnya. Dalam suatu riwayat diceritakan, dari Anas ra. bahwa ketika ayat ini turun, Iblis menangis seketika, sebab ia merasa tak mampu untuk terus menggoda karena ampunan Allah Swt. yang terus-menerus diberikan kepada hamba-Nya  yang mau bertaubat. Nabi sendiri pernah bersabda: ”Setiap anak adam itu (pernah) bersalah (berdosa) dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang mau bertaubat”. Maka di sinilah Allah menjanjikan kekuatan bagi orang yang selalu membaca kalimat thayyibah: tahlil, tahmid, tasbih dan istighfar, karena Iblis tidak akan pernah mampu menggodanya. Memang Iblis pernah bersumpah akan senantiasa menggoda anak Adam sepanjang hidup manusia. Tetapi Allah pun menjamin  akan senantiasa mengampuni dosa-dosa anak Adam selagi mereka masih mau meminta ampunan kepada-Nya. Maka bulan Syawal ini merupakan momentum yang paling tepat bagi umat Islam untuk saling memaafkan di antara mereka, ber-halal-bihalal, sebagai bentuk penghapusan dosa secara horizontal dan massal. Terutama kepada kedua orang tua, umat Islam diwajibkan berbakti dan selalu berdoa untuk keselamatannya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya orang tua juga harus memaafkan kesalahan-kesalahan anaknya, sebesar apa pun kesalahan yang dilakukannya, mendidik dengan baik sesuai dengan akhlak yang mulia dan ajaran agama, memberi contoh dan teladan yang baik dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga, menjauhkan dari kebiasaan buruk, seperti: mengumpat, berlaku kasar, apalagi mau mengkonsumsi Narkoba (narkotika dan obat-batat berbahaya). Dalam Idul Fitri umat Islam memulai lembaran baru ini dengan mengisi amal-amal shalih. Tradisi silaturahim, saling berkunjung ke saudara, tetangga dan kawan, memuliakan tamu adalah perilaku positif yang diajarkan oleh Islam. Umat Islam berlatih untuk tetap menjalankan kesabaran dalam berbagai hal. Karena orang sabar adalah kekasih Allah Swt. Suatu hari Nabi pernah bertanya kepada para sahabat: Atadruna man al-Muflis? Tahukah kalian, siapakah orang yang disebut orang yang bangkrut atau pailit itu? Para sahabat menjawab: "Orang bangkrut adalah orang yang seluruh harta bendanya ludes". Kemudian Nabi bersabda: "Bukan, bukan itu orang yang disebut bangkrut itu. Orang bangkrut adalah, orang yang saat menghadap Allah besok dengan membawa pahala  shalatnya, puasanya, zakat dan hajinya, tetapi pada waktu hidup di dunia ia suka berbuat zalim (mengganggu tetangga, merampas hak orang lain) dan pada waktu meninggal belum sempat meminta maaf kepada mereka….." Pada zaman modern ini, tradisi positif seperti silaturahim yang telah dibangun oleh orang tua kita dulu, sudah semakin punah. Hal ini karena kehidupan modern cenderung materialistis dan individualis. Orang mau berhubungan dan berteman jika ada kepentingan kerja atau bisnis.  Di kota-kota besar misalnya, antara tetangga satu dengan tetangga lain tidak saling mengenal karena rumah mereka sudah dibatasi oleh pagar dan dinding tembok yang tinggi. Oleh sebab itu di sini peran Islam sangat dibutuhkan. Kita masih memiliki tradisi yang baik yang perlu dilestarikan untuk mengatasi dampak modernisasi tersebut, seperti: tadarrus al-Qur.an, tahlil dan yasin berjamaah, mungkin juga berzanji dan diba’, majlis-majlis ta’lim,  baik di tingkat RT maupun RW. Tradisi tersebut merupakan salah satu bagian dari bentuk  ukhuwuah islamiyah, ukhuwah basyariyah dari sekian tradisi baik lainnya yang ada dalam ajaran  kita. Tradisi silaturrahim, saling berkunjung ke saudara, tetangga dan kawan, memuliakan tamu, adalah merupakan prilaku positif yang diajarkan oleh Islam. Bahkan ditegaskan oleh Nabi: “Jika orang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka supaya menjalin silaturahim”. Wallahu a’lam bis-Shawab.   ________________________ *Dr. M Zainuddin, MA., adalah Dosen dan Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana   Malik Ibrahim Malang.  

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up