INTELEKTUALISME AL-QUR’AN
Dr. HM. Zainuddin, MA Senin, 11 November 2013 . in Wakil Rektor I . 29539 views

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah bahwa al-Qur’an di antara fungsinya  adalah sebagai hidayah, peringatan, syifa’, dan rahmat. Fungsi al-Qur’an sebagai hidayah itu dijelaskan di antaranya dalam surat Al-Baqarah: 2 dan185. Fungsi al-Qur’an sebagai peringatan dijelaskan dalam surat Al-Furqan:1, Shad:87, Takwir:27 dan fungsi al-Qur’an sebagai obat sakit jiwa (psikosis-neurosis) dan rahmat dijelaskan dalam surat al-Isra’: 82.

Pertanyaannya kemudian, kapan al-Qur’an menjadi hidayah, dan syifa’ bagi manusia? Al-Qur’an dapat berfungsi sebagai hidayah bagi manusia setidaknya dengan tiga syarat: Pertama, selagi al-Qur’an itu di baca. Al-Qur’an sendiri artinya bacaan, kitab yang dibaca; kedua, selagi al-Qur’an itu dikaji, direnungkan dan dihayati maknanya; ketiga, selagi al-Qur’an itu diamalkan isinya dan diikuti petunjukknya.

Jika ketiga hal di atas tidak dipenuhi, maka al-Qur’an tidak akan memberikan petunjuk, obat maupun rahmat bagi manusia. Mana mungkin al Qur’an bisa memberikan hidayah kepada manusia tanpa manusia membaca dan menghayatinya? Ibarat rambu-rambu lalu lintas, mana mungkin pengendara kendaraan bisa aman di jalan/ tahu arah tanpa ia bisa membaca dan memahami rambu-rambu tersebut? (dan tentunya harus mentaatinya).

       Oleh sebab itu, orang yang banyak bergelimang dengan maksiat adalah orang yang tidak mendapat petunjuk al-Qur’an, yaitu orang-orang yang tidak mau dan mampu membaca dengan benar, tidak mau menghayati maknanya dan tidak pula mengamalkannya.

       Sebagai orang terpelajar, tentu kita harus berusaha mampu membaca dengan arti yang sesungguhnya, yaitu mampu menangkap isyarat atau makna al-Qur’an tersebut, untuk kemudian mau mengamalkannya. Jangan sampai kita termasuk orang yang dilaknat al-Qur’an itu sendiri sebagaimana  yang disinggung oleh Nabi: “Banyak orang membaca al-Qur’an, tetapi justru al-Qur’an melaknatinya”. Kenapa? Karena mereka tidak menjadikan al-Qur’an sebagai pegangan hidupnya, tidak menjadikan al-Qur’an sebagai akhlaknya. Oleh sebab itu orang yang terdidik (intelektual) amat potensial  untuk mendekatkan diri (takwa) kepada Allah, sebab ia mau membaca dan mengkaji maknanya, dan lebih dari itu adalah mengamalkannya. Inilah manusia ulul-‘ilmi, ahl al-zikri  dan  ulul albab.

       Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia, baik yang menyangkut informasi ilmu pengetahuan maupun yang terkait dengan norma-norma hukum dan akhlak. Terkait dengan informasi ilmu pengetatahuan, tidak sedikit dari para akademisi, baik akademisi Timur maupun Barat yang mengakui akan kemukjizatan al-Qur’an. Dan tidak sedikit dari kalangan mereka yang kemudian tunduk, khudhu’  wal- inqiyad,  alias menjadi muslim. Bahkan yang tidak muslim pun bisa mendapatkan informasi ilmiah dari al-Qur’an, sebagaimana yang dialami oleh para orientalis itu.

       Jika para orientalis yang tidak beriman dengan al-Qur’an mereka mau mempelajari secara serius untuk memperoleh informasi ilmiah, kenapa kita tidak? Kenapa selama ini kita banyak mengetahui informasi ilmiah justru lewat orang Barat yang sekuler, bukan dari al-Qur’an yang milik kita sendiri yang nyata-nyata di dekat kita, di telinga kita. Suatu contoh, kita tahu bahwa matahari berputar pada porosnya, bahwa asal muasal alam ini air,  adalah dari ilmuwan Barat dan Yunani. Kenapa tidak dari al-Qur’an yang kita baca setiap hari? Misalnya dalam surat Yasin dan al-Anbiya’ itu Allah berfirman: “Dan matahari berputar pada porosnya. Itulah ketetapan (takdir) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (QS. Yasin:38); “Dan telah Kami jadikan segala sesuatu yang hidup ini  berasal dari air” (QS. Al-Anbiya’: 36).

Seorang filosuf Perancis yang bernama Al-Kiss Luazon menegaskan: “al-Qur’an adalah kitab suci, tidak ada satu pun masalah ilmiah yang terkuak di zaman modern ini yang bertentangan dengan dasar-dasar Islam”. Dr. Rene Ginon --setelah masuk Islam kemudian berganti nama, Abdul Wahid Yahya-- juga bercerita: “Setelah saya mempelajari secara serius ayat-ayat al-Qur’an dari kecil  yang terkait dengan ilmu pengetahuan alam dan medis, saya menemukan ayat-ayat al-Qur’an yang relevan dan kompatibel dengan ilmu pengetahuan modern. Saya masuk Islam karena saya yakin bahwa Muhammad saw. datang ke dunia ini dengan membawa kebenaran yang nyata, seribu tahun jauh sebelum ada guru umat manusia ini”. Selanjutnya ia menegaskan: “Seandainya para pakar dan ilmuwan dunia itu mau membandingkan ayat-ayat al-Qur’an secara serius yang terkait dengan apa yang mereka pelajari, seperti yang saya lakukan, niscaya mereka akan menjadi muslim tanpa ragu --jika memang mereka berpikir objektif-- katanya”  (Abdul Muta’al, La Nuskha fi al-Qur’an, Kairo, Maktabah al-Wahbiyyah, 1980 h. 8).

       Itulah kehebatan al-Qur’an, memang benar ia adalah mukjizat Nabi Muhammad saw. yang terbesar. Al-Qur’an tidak hanya sekadar informasi ilmiah, tetapi ia memiliki fungsi petunjuk, rahmat dan obat bagi kita. Mari kita baca al-Qur’an karena ia bisa memberikan syafaat di hari kiamat, Mari kita baca al-Qur’an karena ia bisa menjadi penerang di rumah kita di tengah-tengah keluarga kita. Janganlah kita termasuk orang yang jauh dari al-Qur’an sehingga ibarat rumah kosong, tanpa penghuni, demikian pesan-pesan yang dibawakan Nabi kita Muhammad saw.

____________

            *Penulis adalah Dekan Fakultas Tarbiyah dan Dosen PPs UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up