PENDIDIKAN KELUARGA ISLAMI
Dr. HM. Zainuddin, MA Jumat, 8 November 2013 . in Wakil Rektor I . 2646 views
Keluarga sebagai salah satu pusat pendidikan dalam tri pusat pendidikan, memiliki arti penting bagi proses pendidikan anak, karena keluarga merupakan wadah pertama dan utama, dimana anak diukir kepribadianya, menemukan “aku”nya, mengenal kata-kata, tata nilai dan norma kehidupan, berkormunikasi dengan orang lain dan seterusnya, kesemuanya  dimulai dari keluarga. Seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara,  bahwa pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang sempurna bagi pendidikan kecerdasan dan budi pekerti, dibanding dengan  pendidikan-pendidikan yang lain (selain keluarga). Orang tua merupakan pendidik pemula bagi anak dan  tempat mengadu segala persoalan yang menyangkut diri anak. Oleh sebab itu ketika muncul pertanyaan, siapakah yang bertanggungjawab atas kepribadian anak, orang tua menjadi sasaran pertama, baru setelah itu sekolah  dan masyarakat. Orangtua haurs menyadari akan pentingnya bimbingan dan asuhan bagi anak. Adapun sekolah merupakan lembaga yang diserahi tugas  untuk membimbing dan mendidik dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang sebagai lembaga formal. Peran orang tua adalah menuntun dan mengembangkan kepribadian, seperti melakukan komunikasi dan cara bergaul. Oleh sebab itu harmonisasi hubungan keluarga perlu dijaga agar anak merasa tenteram dan damai dalam lingkungan keluarga tersebut. Sebaliknya, jika terjadi disharmonisasi dalam keluaga, maka akan mempengaruhi jiwa anak dan menimbulkan keresahan batinnya. Demikian juga, mengenai tugas keseharian orang tua dan tingkat pendidikannya juga memiliki pengaruh terhadap diri anak. Begitu pentinghya peran keluarga, Ki Hajar Dewantara mengatakan, bahwa keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat dan sebaik-baik pendidikan sosial. Orang tua harus betul-betul memperhatikan kondisi anaknya baik dalam masalah kesehatan jasmani maupun kesehatan rohaninya. Orang tua memikul tanggungjawab besar terhadap berlangsungnya pendidikan anak. Seperti yang dikatakanoleh Abdullah ‘Ulwan dalm bukunya Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, bahwa orang tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak-anaknya, yang menyangkut pendidikan keimanan, pendidikan moral, pendidikan fisik/jasmani, pendidikan rasio/penalaran, pendidikan jiwa, pendidikan kemasyarakatan dan bahkan sampai pada pendidikan seks sekalipun. Dalam era modern, tantangan bagi lembaga pendidikan selalu muncul di permukaan, tak urung tantangan bagi pendidikan keluarga ini.  Ada beberapa problem yang dihadapi oleh pendidikan keluarga, antara lain: Pertama, pengaruh modernisasi. Modernisasi menuntut manusia untuk bekerja keras dan efisien. Persaingan antar individu dan kelompok sangat ketat dan kuat. Bagi kaum wanita/ibu, akibat pendidikan yang maju, mereka tak mau ketinggalan dengan pria. Ia merasa memiliki hak utnuk berkerja dan menduduki jabatan layaknya pria. Tuntutan emansipasi dan  persamaan hak menjadi gencar akibat modernisasi dan pengaruh women’s lib di Barat. Pada gilirannya wanita sama-sama ikut keluar rumah, mengejar karier dan aktif di luar. Bahkan kadang-kadang sampai melalaikan tugasnya sebagai pengatur rumah tangga dan  pendidik anak-anaknya. Kondisi seperti ini sedikit banyak akan mempengaruhi keadaan anak-anaknya, yang masih membutuhkan bimbingan dan kasih sayang ibu. Kondisi orang tua yang melalaikan tugas rumah tangganya akibat tuntutan pekerjaan itu sangat menyiksa anak karena mereka kurang perhatian dan kasih sayang orang tua. Akibat demikian inilah yang kadang-kadng anak harus melakukan perbuatan yang tidak baik. Anak dilepas dalam didikan orang yang  tak bertanggung jawab, bermain dengan kelompok yang tidak baik, pergaulan bebas. Dan akibat terlepasnya perhatian orang tua, anak juga menjadi liar tanpa arah dan bimbingan. Kedua, pengaruh materialisme. Dari pengaruh modernisasi ini lalu memunculkan kepribadian yang materialistik. Segala tindakan yang dilakukan harus mengarah kepada bentuk imbalan yang berupa material. Perhitungan untung rugi, persahabatan bukan lagi atas dasar kepentingan sosial atau kemanusiaan. Akibatnya menjadi manusia yang individualistik, tanpa memperdulikan saudara dan kawan. Sifat kemanusiaannya sudah luntur dan menjadi egoistik. Hubungan baik dan dekat hanya karena hubungan derajat, hubungan bisnis, kaya dengan kaya, yang miskin lalu tidak pernah memperoleh perhatiannya. Kalau sudah demikian halnya lantas bagaiman anak-anaknya? Kondisi oran tua yang tergambar di atas secara implisit sesungguhnya merupakan pendidikan yang tidak disadari oleh orang tua. Anak-anak akan merasakan dan terpengaruh dengan sikap orang tua seperti ini. Sebab tingkah laku orang tua dalam keluarga merupakan pendidikan yang praktis dan mudah ditiru oleh anak-anak. Tingkah laku orang tua dalam kelaurga selalu menjadi cermin bagi anak-anaknya. Akibat pengaruh materialisme juga, ada keengganan orang tua untuk memasukkan anaknya ke sekolah agama, dengan dalih sekolah agama tidak memiliki masa depan yang cerah. Ini berarti tujuan sekolah sudah diarahkan kepada tujuan materi, bukan lagi tujuan untuk membekali kepribadian dan ketakwaan sebagaimana dasar  tujuan pendidikan itu sendiri. Kondisi rumah tangga yang kacau akibat perkawinan berbeda agama juga sangat mempengaruhi kejiwaan anak. Sebab anak membutuhkan kondisi/lingkungan rumah tangga yang tenteram, damai dan bahagia. Untuk mengatasi persoalan ini, maka orang tua perlu menciptakan kondisi rumah tangga yang damai dan sejahtera (sakinah), melaksanakan tugas kewajiban sebagai ibu atau bapak rumah tangga dan orang tua yang mengerti pendidikan anak, memonitor belajar dan prestasi anak, jangan masa bodoh sebab banyak orang tua yang tak mengerti kondisi belajar anaknya, apalagi prestasi dan tingkah lakunya, hubungan orang tua dengan guru perlu dijalin erat agar terjadi komunikasi positif tentang perkembangan anaknya. Sekolah hanyalah membantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh oleh anak adalah dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan informal ke formal memerlukan kerjasama antara orang tua dan sekolah (baca: pendidik). Sikap anak terhadap sekolah terutama akan dipengaruhi oleh sikap orang tua mereka. Orang tua harus memperhatikan kondisi belajar anaknya dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya, sebab menurut hasil penelitian, guru di sekolah akan lebih efektif apabila ia mengetahui latarbelakang pekerjaan dan pengalaman anak didik di rumah tangganya. Anak didik yang kurang maju prestasinya di sekolah, karena berkat kerjasama orang tua  dengan pendidik, akhirnya bisa diatasi. Untuk itu kerjasama antara sekolah dengan orang tua perlu ditempuh, antara lain dengan mengadakan kunjungan ke rumah anak didik dan mengundang orang tua ke sekolah. Dengan demikian, diharapkan segala persoalan yang menyangkut urusan kependidikan dapat dipecahkan dan diatasi bersama*** _________________________ *Penulis  adalah guru ngaji “Bait al-Hikmah” di Malang.        

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up